Langsung ke konten utama

Bintang Maharaksasa Biru Dalam Jejak Galaksi IC 3418


Lima puluh lima juta tahun lalu, sebuah bintang dilahirkan dalam lingkungan yang sangat liar dan keras.  Ia terbentuk dalam jejak panjang yang terbentuk dari gas yang lepas dari galaksi IC 3418. Gas tersebut lepas ketika galaksi IC 3418 melaju cepat menuju gugus Virgo dan berinteraksi dengan plasma panas di sekitar medium antar gugus.

Bintang yang terbentuk itu merupakan bintang biru maha raksasa yang berada di rasi bintang Virgo. Bintang yang berada pada jarak 55 juta tahun cahaya ini sekaligus menjadi bintang terjauh yang berhasil diamati. Tidak mudah memang karena untuk bisa mengamati bintang maharaksasa biru tersebut duo astronom Youichi Ohyama (Academia Sinica, Taiwan) dan Ananda Hota (UM-DAE Centre for Excellence in Basic Sciences, India) harus melakukan pengamatan dengan menggunakan beberapa instrumen.

Tapi, hasilnya memang menakjubkan. Bintang maharaksasa biru berhasil diamati dan si bintang menjadi bintang terjauh yang pernah diamati dalam pengamatan spektroskopi..

Duo pengamat tersebut menggunakan Teleskop Subaru, Canada-France-Hawaii-Telescope (CFHT) dan Galaxy Evolution Explorer (GALEX) milik NASA untuk bisa mengungkap kelahiran bintang dalam ruang antar galaksi..

Baca juga: asal-mula-alam-semesta-keajaiban-ilmiah

Cerita di Gugus Virgo

Gugus Virgo, kumpulan ribuan galaksi. Kredit: Atlas of the Universe

Gravitasi merupakan kunci penting dalam astronomi. Interaksi gravitasi terjadi pada obyek-oyek angkasa. Planet-planet yang mengorbit bintang yang juga bersama-sama bintang lain mengorbit pusat galaksi. Dalam skala lebih besar galaksi-galaksi kemudian berinteraski membentuk grup lokal. Dan pada skala yang lebih besar lagi dalam struktur besar alam semesta ada yang namanya gugus galaksi yang terdiri dari ribuan galaksi. Demikian juga Bima Sakti. Galaksi kita ini merupakan bagian dari struktur yang lebih besar yang dikenal sebagai Gugus Virgo.


Gugus Virgo merupakan sebuah gugus galaksi yang beranggotakan 1300-2000 galaksi di rasi Virgo. Di dalam gugus yang memiliki anggota ribuan galaksi tersebut, terdapat juga plasma super panas dengan temperatur jutaan derajat dan materi gelap.  Sebagai gugus galaksi terdekat dengan Bumi yang jaraknya hanya 55 juta tahun cahaya, Gugus Virgo merupakan laboratorium ideal bagi para pengamat di Bumi untuk mempelajari nasib gas yang terlepas dari galaksi dan masuk ke medium antar bintang.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pembentukan bintang terjadi di awan yang terbentuk dari gas yang lepas ke medium antar gugus tersebut? Jika memang ada bintang yang terbentuk di situ, bagaimana ia terbentuk? Ini yang jadi fokus Youichi Ohyama dan Ananda Hota ketika mereka mengamati jejak gas IC 3418 dan mencari tahu apakah ada kemungkinan terbentuknya bintang baru di ruang antar galaksi.

Galaksi IC 3418


Galaksi IC 3418 merupakan sebuah galaksi kecil yang bergabung dengan Gugus Virgo setelah mengalami tabrakan dengan Gugus tersebut. Ia berselimutkan gas dingin dan bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi (ribuan km per detik) di dalam gugus Virgo.

Galaksi IC 3418 yang jatuh ke gugus Virgo. bergerak dengan kecepatan tinggi menyisakan jejak gas dingin. Kredit: NAOJ, CFHT, GALEX, Y. Ohyama & A. Hota

Gas dingin yang menyelimuti galaksi IC 3418 merupakan gas yang terlepas dari galaksi itu ketika ia bergerak. Saat si galaksi bergerak di sepanjang gugus, gas dingin yang terlepas tadi kemudian membentuk jejak sepanjang 55.500 tahun cahaya yang kemudian tampak seperti jejak kondensasi uap air yang ditinggalkan pesawat jet supersonik.

Jejak gas dingin yang terbentuk dari galaksi IC 3418 dikelilingi oleh plasma panas yang ada di medium antar gugus. Tapi, para astronom memang belum bisa menjelaskan apakah awan gas dingin itu menguap seperti air yang kita percikkan ke wajan panas ataukah justru mengalami kondensasi untuk kemudian membentuk bintang masif baru.
Tampaknya dugaan bahwa di jejak gas dingin tersebut sebuah bintang baru bisa terbentuk memang benar adanya. Itulah yang ditunjukkan oleh GALEX dalam citra yang ia ambil. Ada bintang masif baru yang terbentuk di jejak tersebut.

Bagaimana gas yang lepas itu bisa membentuk bintang-bintang baru di plasma panas? Proses yang terjadi jelas tidak sesuai dengan pembentukan bintang yang terjadi di galaksi Bima Sakti yang kelahiran bintang masif-nya terjadi dalam palung kelahiran bintang di dalam awan gas molekul dingin.

Menurut Youichi Ohyama, titik kecil pancaran aka emisi cahaya yang datang dari jejak IC 3418 berbeda dari gelembung pancaran cahaya ultraungu yang ada di jejak tersebut. Pengamatan spektoskopi dari titik kecil pada jejak IC 3418 yang dilihat menggunakan Faint Object Camera and Spectrograph (FOCAS) pada teleskop Subaru menunjukkan hal yang sangat berbeda dari yang diharapkan. Spektrum yang diperoleh tidak seperti area pembentukan bintang pada umumnya karena sama sekali tidak ada tanda-tanda pembentukan bintang di jejak tersebut. Tidak tampak kekhasan sebuah area di mana bintang-bintang biasanya dilahirkan.

Radiasi ultraungu secara terus menerus biasanya memanaskan atau mengionisasi area di sekeliling gas ketika sebuah bintang lahir. Hasil pengamatan sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda gas yang mengalami ionisasi. Yang tampak justru angin kencang yang datang dari atmosfer bintang dengan kecepatan 160 km per detik. Ketika dibandingkan dengan emisi cahaya di sekitarnya, tampak jelas kalau bintang masif yang dilihat GALEX tersebut merupakan bintang panas kelas O yang sudah melewati masa mudanya dan sekarang mulai menua. Ia sudah berada pada tahap bintang maharaksasa biru dan tak lama lagi akan menghadapi kematiannya dalam ledakan supernova.

Bintang maharaksasa biru yang diamati oleh duo astronom tersebut merupakan bintang terjauh yang diamati secara spektroskopi dengan teleskop Subaru 8,2 meter. Implikasinya, di masa depan sangat memungkinkan untuk para astronom melakukan pengamatan spektroskopi dan menemukan lebih banyak bintang jauh menggunakan teleskop besar sepert Thirty Meter Telescope yang sedang dibangun.

Selain semakin banyaknya instrumen yang bisa digunakan, menurut Ananda Hota, sistem eksotis ini patut mendapat perhatian karena kondisi termal dan dinamik pembentukan bintang yang diperoleh dari hasil pengamatan tidak sesuai dengan apa yang selama ini diamati di Bima Sakti. Citra detil dari teleskop Subaru maupun citra yang tajam yang dihasilkan CFHT menjadi awal bagi perjalanan investigasi pembentukan bintang. Pengamatan lanjutan untuk mengungkap apa yang terjadi pada plasma panas dan turbulensi awan gas dingin diharapkan bisa menunjukkan karakteristik bintang yang berbeda, yang bisa saja tetap tetap “liar”, eksotis, dan menantang teori yang saat ini kita yakini tentang pembentukan bintang.

Sumber: NAOJ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siapa Khilafah yang Bermukim di Bumi Sebelum Adam Tercipta?

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (QS Al Baqarah:30)d Baca juga:  iblis yang pernah  jadi makhluk taat beribadah hingga akhirnya diusir dari surga Baca juga:  peristiwa hukum nabi adam dan iblis Baca juga:  KUMPULAN HADITS TENTANG HARI KIAMAT Adam dan hawa itu dahulu ditempatkan di surga. Lalu Allah swt melemparnya ke bumi lantaran berbuat kesalahan. Bumi yang dipijak keduanya memang sudah ada jauh sebelum penciptaan Adam dan Hawa. Lalu siapa penghuni sebelum Adam? Beberapa ulama mencoba memberi penafsiran. Seperti dalam Tafsir Alquran al-Adzim d

Berapa Lama Lagi Bumi Mampu Bertahan Hingga `Kiamat` Datang?

Baca juga:  10 urutan peristiwa tanda tanda kiamat Baca juga:  DI AKHIR ZAMAN HAJI TAK BERLAKU LAGI Berapa Lama Lagi Bumi Mampu Bertahan Hingga `Kiamat` Datang? Berdasarkan penanggalan radiometrik meteorit, usia Bumi lebih dari 4,54 miliar tahun. Planet tempat manusia bergantung hidup sudah teramat tua, rusak, lagi padat. Pertanyaannya, sampai kapan Bumi mampu bertahan sebelum kiamat -- yang waktunya sepenuhnya jadi hak prerogatif Tuhan -- terjadi?  Sebuah studi terbaru yang dilakukan University of East Anglia, Inggris memperkirakan, Bumi masih mampu menopang kehidupan setidaknya selama 1,75 miliar tahun mendatang. Tapi syaratnya, selama bencana dahsyat akibat nuklir, tubrukan asteroid raksasa, dan malapetaka lain tak terjadi.  Namun, bahkan tanpa skrenario kiamat sedramatis itu, kekuatan astronomi akan memaksa Bumi tak lagi bisa dihuni. Suatu masa antara 1,75 miliar hingga 3,25 tahun lagi, Bumi akan keluar dari zona layak huni (habitable) dalam Tata Surya ke 'zona panas'.  Zon